Oleh :
Kondisi DAS Brantas saat ini sudah menurun kualitasnya. Penyebab kerusakan DAS Brantas, terutama karena tidak terkendalinya usaha penambangan pasir hampir di sepanjang sungai mulai dari Kediri hingga Mojokerto, Jawa Timur (www.nganjukkab.go.id). Pembuangan limbah cair 330 ton per hari ke Sungai Brantas yang meliputi limbah cair industri, limbah domestik, rumah sakit, dan hotel (Mimbar, 2007). Kerusakan lingkungan di DAS Brantas juga tidak terlepas dari merosotnya kualitas daerah tangkap hujan, penebangan dan eksploitasi hutan. Berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH), akibat alih fungsi tanah dari sawah menjadi perumahan atau kompleks industri dan perdagangan menyebabkan berkurangnya daerah resapan air serta kesadaran masyarakat masih kurang, sehingga sampah dibuang di saluran air. Evaluasi sering dianggap sebagai momok yang siap menjatuhkan pengelola, sehingga evaluasi jarang dilakukan (Aji dan Sirait, 1984).
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proses perencanaan yang telah dilakukan oleh BP DAS Brantas, serta mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat dalam perencanaan pengelolaan DAS Brantas. Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan pada bulan November 2007 - Juli 2008.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses perencanaan sumberdaya air Sub-sub DAS Brantas hulu di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji. Bahan-bahan perencanaan yang digunakan diantaranya adalah profil kelembagaan, sumberdaya manusia, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses perencanaan sumberdaya air Sub-sub DAS Brantas Hulu di Kecamatan Bumiaji.
Metode yang digunakan adalah metode historis. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan perpaduan tiga jenis teknik pengambilan sampel yaitu, “Purposive Sampling Technique, Snowball Sampling Technique, dan Quota Sampling”. Analisis data menggunakan ”professional judgement” dengan mengacu pada metode “Ziel Orientierte Project Planung” (ZOPP), Kepmenhut No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Pasal 2, pasal 3, dan pasal 21.
Jumlah penduduk Desa Sumberbrantas tahun 2007 sebanyak 4.035. Penduduk dengan usia belum produktif yaitu mulai usia 0-14 tahun sebanyak 1.111 jiwa (27,533 %), usia produktif adalah 17 – 45 tahun sebanyak 2.018 jiwa (50,011 %), sedangkan usia 46 ke atas sebanyak 906 orang (22,453 %). Tingkat pendidikan masyarakat paling banyak adalah tamat pendidikan dasar 9 tahun sebanyak 2.639 (65,080 %), sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah penduduk yang tamat perguruan tinggi, yaitu sebesar 37 orang (0,912 %). Mata pencaharian penduduk desa didominasi oleh petani 866 orang (35,289 %) dan buruh tani 819 orang (33,374 %).
Jumlah penduduk Desa Tulungrejo tahun 2007 sebanyak 8.360 jiwa yang terdiri dari 4.076 jiwa penduduk laki-laki dan 4.284 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Desa Tulungrejo bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani, PNS, TNI atau Polri, pegawai swasta, dan pedagang. Sulit untuk diketahui secara pasti jumlah dan persentase yang mendominasi di Desa Tulungrejo.
Profil kegiatan (pemenuhan air bersih, irigasi, rehabilitasi hutan, pertanian dan peternakan, serta kesehatan masyarakat) yang dilakukan di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo melibatkan banyak sektor antara lain pertanian dan peternakan, lingkungan hidup, serta kesehatan. Profil masalah menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang ada, baik bersifat teknis, sumberdaya manusia, dan kelembagaan; sehingga diperlukan kerjasama antar berbagai pihak. Pihak yang berperan dalam proses perencanaan pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan di Sub-sub DAS Brantas Hulu adalah BP DAS Brantas, Dinas Sumberdaya Air dan Energi (SDAE), Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), dan Dinas Kesehatan.
Faktor pendukung dalam proses perencanaan sumberdaya air adalah (1) Dukungan masyarakat, (2) Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, dan (3) Kepmenhut No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, serta (4) Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Faktor penghambatnya antara lain (1) Kurang koordinasi antara dinas-dinas yang terkait, (2) Dana yang terbatas, dan (3) Kurangnya kesadaran masyarakat.
Kesimpulan yang diperoleh adalah (1) Proses perencanaan pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan oleh BP DAS Brantas dan Pemerintah Kota Batu masih bersifat ego-sektoral. (2) Profil kegiatan yang dilakukan di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo melibatkan banyak sektor antara lain pertanian dan peternakan, lingkungan hidup, serta kesehatan. (3) Faktor pendorongnya adalah dukungan masyarakat, Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 dan No. 52 Tahun 2001, dan adanya UU RI No. 7 Tahun 2004, serta adanya LSM Fokal Mesra. Faktor penghambatnya adalah kurang koordinasi antara dinas-dinas yang terkait, dana yang terbatas, dan kurangnya kesadaran masyarakat (4) Implementasi dari dinas-dinas terkait terhadap Undang-undang maupun Keputusan menteri tentang sumberdaya air dan lingkungan memberikan tanggapan positif.
Saran peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebaiknya dalam penyusunan perencanaan sumberdaya air seperti pengelolaan DAS, mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Karena dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS Terpadu tersebut diperlukan perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai kepentingan ’stakeholders’ dalam suatu DAS.
0 komentar:
Posting Komentar