Evaluasi Perencanaan Model DAS Mikro (MDM) Curah Clumprit Sub DAS Melamon Kecamatan Wagir Kabupaten Malang Jawa Timur

Selasa, 16 Maret 2010

Oleh : Peri Hadi Susanto

Berdasarkan data hasil monitoring dan evaluasi dari BP DAS BRANTAS Malang ada beberapa indikasi yang menyatakan perencanaan Model DAS Mikro Curah Clumprit masih belum dilaksanakan secara terpadu, hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian evaluasi tentang proses pembuatan rencana Model DAS Mikro Curah Clumprit. Arikunto (2000), menyatakan penelitian evaluasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data secara sistematis yang dilakukan untuk membantu para pengambil keputusan didalam menentukan langkah mau diapakankah suatu program. Aji dan Sirait (1984), menyatakan evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya dan hasil evaluasi dimaksudkan untuk menjadi umpan balik untuk perencanaan kembali. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian evaluasi perencanaan Model DAS Mikro Curah Clumprit sangat diperlukan untuk bahan rekomendasi dalam pembuatan rencana Model DAS Mikro Curah Clumprit berikutnya.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 sampai bulan Oktober 2009 dengan tujuan 1. Mengetahui penyusunan perencanaan Model DAS Mikro Curah Clumprit. 2. Mengetahui hasil dari perencanaan Model DAS Mikro Curah Clumprit. 3. Mengetahui apakah rencana sesuai dengan perencanaan Model DAS Mikro Curah Clumprit.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengambilan data secara survei dan wawancara dengan teknik penentuan responden yaitu ’’Snowball Sampling Technique’’. Sedangkan analisis data menggunakan analisis sekunder secara deskriptif naratif dengan metode ’’Profesional Judgement’’ yang mengacu pada metode Ziel Orientierte Project Planung (ZOPP), Keputusan Menteri Kehutanan No. 52 tahun 2001 tentang pedoman penyelenggaraan pengelolaan DAS, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, dan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.

Perencanaan MDM Curah clumprit yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan DAS Brantas Malang dengan menggunkan metode ”Logical Framework Analisys” ( LFA) dengan tahapan analisa partisipatif, analisa masalah, analisa alternatif dan matrik perencanaan program. Berdasarkan analisis metode ZOPP menunjukkan bahwa Perencanaan MDM Curah Clumprit sudah terpadu tetapi belum maksimal karena belum melibatkan beberapa stakeholder dan perguruan tinggi. Tahapan yang telah dilakukan oeh BP DAS BRANTAS MALANG pada perencanaan MDM Curah Clumprit Malang sudah hampir sesuai dengan tahapan dari metode ZOPP yaitu analisa partisipatif dengan melibatkan pihak terkait, analisa masalah berdasarkan pohon sebab-akibat, analisa alternatif dengan menggunakan skoring prioritas dan pembuatan matrik perencanaan. Hanya saja ada beberapa tahap yang tidak dilakukan dalam perencanaan MDM Curah Clumprit yaitu analisa tujuan dan matrik kerja. Ada beberapa sebab terjadinya kekurang maksimalnaya keterpaduan pada perencanaan yaitu : 1. Ada beberapa pihak terkait yang tidak disertakan dalam perencanaan MDM Curah Clumprit. 2. Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab terhadap dinas – dinas yag terkait melalui matrik perencanaan programnya sehingga tanggung jawab kegiatan sepenuhnya terletak pada BP DAS BRANTAS MALANG. 

Jumlah penduduk pada areal MDM Curah Clumprit pada Sub DAS Melamon tahun 2008 tercatat 8.903 jiwa, terbagi dalam 2.522 Kepala Keluarga, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 3,53 orang. Kepadatan penduduk + 1.183,54 orang/Km2, sedangkan penyebaran penduduk hampir merata pada setiap luasan karena tidak ada areal terbuka yang cukup luas untuk adanya pemukiman. Ukuran keluarga sebagai penduga jumlah tenaga kerja dalam suatu keluarga serta sebagai penduga beban biaya yang harus dikeluarkan pada setiap keluarga untuk kelangsungan hidup sehari - hari mencapai 0,68 jiwa per kepala keluarga. Secara makro jumlah tenaga kerja produktif (16-55 th) mencapai 5.121 jiwa, sedang tenaga kerja non produktif mencapai 3.782 jiwa. penduduk dengan usia belum produktif 0-15 tahun sebanyak 2.755 jiwa, usia produktif sebanyak 5.116 jiwa, sedangkan lansia sebanyak 1.032 jiwa dan sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani sebanyak 4.622 orang atau 52,09 % dan sisanya 4.281 orang atau 47,91% terbagi menjadi pedagang, pegawai negeri/ABRI, lain-lain serta belum/tidak bekerja.

Profil masalah di MDM Curah Clumprit meliputi : masalah hidrologi ( Drainase wilayah berkurang, aliran permukaan, fluktasi debit sungai yang tinggi, sumber air berkurang), masalah lahan (morfoerosi, sedimentasi, tanah longsor), dan masalah sosial ekonomi (ketergantungan pada sektor pertanian, kemiskinan, pemasaran hasil pertanian yang dikuasai tengkulak, kerjasama antar masyarakat masih tradisional). Selain itu profil kegiatan di MDM Curah Clumprit adalah Agroforestry/kebun campuran, PTSPA (penyempurnaaan Teras dan saluran Pembuangan air, Penanaman penguat teras, Pelestarian, perlindungan sumber air, Penyempurnaaan teras pada daerah tangkapan sumber air, Bangunan resapan air, Drop Stucture, Stream bank Protection, DAM Pengendali, Pelatihan kemampuan dan ketrampilan teknik konservasi tanah dan air, Praktek lapanagan taknik konservasi tanah dan air/ karya wisata, Konservasi tanah dan air, Pelatihan pengembangan teknologi produksi dan pemasaran hasil, Pelatihan strategi penentuan jenis komoditas dalam usah tani, Study banding peningkatan produktivitas, Pelatihan perencanaa dan pelatiahan kegiatan bersama, Pelatihan aparat desa dalam rangka pembinaan dan bimbinga kelompok tani, Pembinaan pelaksanaan MDM di Tingkat Desa.

Faktor pendorong dalam MDM Curah Clumprit yang pertama adalah adanya dukungan dan kesadaran dari masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya, Tugas pokok dan fungsi merupakan bagian dari instansi – instansi sehingga instansi yang terkait memiliki tugas dan wewenang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan instansi masing – masing sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Faktor penghambat dalam perencanaan MDM Curah Clumprit adalah kurangnya koordinasinya dinas-dinas terkait, dana yang terbatas, karena sebagian besar pendanaan berasal dari APBD yang penggunaannya harus dibagi pada seluruh instansi yang ada di kabupaten, Masyarakat yang kurang mampu mengidentifikasi kebutuhannya juga merupakan salah satu fakor penghambat dalam pengelolaan DAS Mikro Curah Clumprit, Pertumbuhan manusia yang cepat juga merupakan faktor penghambat dalam MDM Curah Clumprit. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya manusia yang ada akan mempersempit daya dukung lahan sehingga lahan yang dahulu cukup sebagai tempat tinggal dan sumber ekonomi , sekarang mulai tidak cukup sehingga manusia harus mencari tempat sumber ekonomi dengan tidak memperhatikan kaidah – kaidah konservasi.

Kesimpulan dari penelitian ini (1). penyusunan perencanaan MDM Curah Clumprit masih belum maksimal keterpaduaannya dikarenakan ada beberapa intansi seperti dinas Peternakan, dinas Perikanan, Jasa tirta, Perguruan tinggi masih belum dilibatkan dalam proses penyusunan, selain itu,rencana kegiatan hanya dilaksanakan oleh BP DAS BRANTAS dibantu dengan Dinas Kehutanan. Instansional kurang berperan dalam pelaksanaan di lapangan dikarenakan belum ada pembagian kerja tepat dan jelas sesuai komponennya pada saat proses perencanaan MDM Curah Clumprit.(2). Hasil dari perencanaan MDM Curah Clumprit yaitu adanya profil masalah yang meliputi masalah hidrologi seperti sedimentasi, debit menurun, masalah lahan seperti erosi dan morfoerosi, masalah sosial ekonomi seperti pendapatan rendah, pemahaman konservasi kurang, dan masalah kelembagaan seperti kerjasama pengelola tani masih rendah. selain itu hasil dari perencanaan berikutnya adalah adanya profil kegiatan yang meliputi : kebun campuran, pelestarian dan perlindungan sumber air, pelatihan – pelatihan, bangunan resapan air, dan lain sebagainya. (3). Kegiatan – kegiatan/ program yang dilaksanakan di MDM Curah Clumprit cukup membawa perubahan perubahan yang dapat dirasaka oleh beberapa desa.

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah (1). Pada saat perencanaan MDM Curah Clumprit disarankan memaksimalkan para pihak-pihak yang terkait seperti dinas Peternakan, dinas Perikanan, Badan Usaha (Jasa Tirta), dan Perguruan tinggi untuk di ikut sertakan dan dilakukan pembagian tugas, peran, dan penanggung jawab pada kegiatan yang sesuai dengan komponen dari Instansional, sehingga mampu memaksimalkan ketepaduan bersama dalam pengelolaan/merealisasikan MDM Curah Clumprit. (2). Menggunakan alat ZOPP, karena pada alat perencanaan ini mampu memberikan kontribusi terhadap bentuk pembagian kerja pada matrik rencana kerja sehingga dapat mengurangi faktor penghambatan yaitu dana, karena pendanaan dapat ditanggung setiap instansi yang memiliki tugas sesuai dengan matrik rencana kerja. (3). Pengarsipan dokumen – dokumen perlu dilakukan agar memudahkan intansi\peneliti untuk membaca dan mengetahui proses pembuatan rencana secara detail.


Lihat artikel saya lainnya, tentang :



Mangrove

Virus IMNV

Fitoremediator CU

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Sampean)

Evaluasi Perencanaan (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Efektifitas tanaman air untuk menyerap Nitrat dan Fosfat

Evaluasi Proses Perencanaan Sumberdaya Air Sub-sub DAS Brantas Hulu Di Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Oleh : Megawati Kusumawardani

Kondisi DAS Brantas saat ini sudah menurun kualitasnya. Penyebab kerusakan DAS Brantas, terutama karena tidak terkendalinya usaha penambangan pasir hampir di sepanjang sungai mulai dari Kediri hingga Mojokerto, Jawa Timur (www.nganjukkab.go.id). Pembuangan limbah cair 330 ton per hari ke Sungai Brantas yang meliputi limbah cair industri, limbah domestik, rumah sakit, dan hotel (Mimbar, 2007). Kerusakan lingkungan di DAS Brantas juga tidak terlepas dari merosotnya kualitas daerah tangkap hujan, penebangan dan eksploitasi hutan. Berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH), akibat alih fungsi tanah dari sawah menjadi perumahan atau kompleks industri dan perdagangan menyebabkan berkurangnya daerah resapan air serta kesadaran masyarakat masih kurang, sehingga sampah dibuang di saluran air. Evaluasi sering dianggap sebagai momok yang siap menjatuhkan pengelola, sehingga evaluasi jarang dilakukan (Aji dan Sirait, 1984).

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proses perencanaan yang telah dilakukan oleh BP DAS Brantas, serta mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat dalam perencanaan pengelolaan DAS Brantas. Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan pada bulan November 2007 - Juli 2008.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses perencanaan sumberdaya air Sub-sub DAS Brantas hulu di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji. Bahan-bahan perencanaan yang digunakan diantaranya adalah profil kelembagaan, sumberdaya manusia, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses perencanaan sumberdaya air Sub-sub DAS Brantas Hulu di Kecamatan Bumiaji.

Metode yang digunakan adalah metode historis. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan perpaduan tiga jenis teknik pengambilan sampel yaitu, “Purposive Sampling Technique, Snowball Sampling Technique, dan Quota Sampling”. Analisis data menggunakan ”professional judgement” dengan mengacu pada metode “Ziel Orientierte Project Planung” (ZOPP), Kepmenhut No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Pasal 2, pasal 3, dan pasal 21.

Jumlah penduduk Desa Sumberbrantas tahun 2007 sebanyak 4.035. Penduduk dengan usia belum produktif yaitu mulai usia 0-14 tahun sebanyak 1.111 jiwa (27,533 %), usia produktif adalah 17 – 45 tahun sebanyak 2.018 jiwa (50,011 %), sedangkan usia 46 ke atas sebanyak 906 orang (22,453 %). Tingkat pendidikan masyarakat paling banyak adalah tamat pendidikan dasar 9 tahun sebanyak 2.639 (65,080 %), sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah penduduk yang tamat perguruan tinggi, yaitu sebesar 37 orang (0,912 %). Mata pencaharian penduduk desa didominasi oleh petani 866 orang (35,289 %) dan buruh tani 819 orang (33,374 %).

Jumlah penduduk Desa Tulungrejo tahun 2007 sebanyak 8.360 jiwa yang terdiri dari 4.076 jiwa penduduk laki-laki dan 4.284 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Desa Tulungrejo bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani, PNS, TNI atau Polri, pegawai swasta, dan pedagang. Sulit untuk diketahui secara pasti jumlah dan persentase yang mendominasi di Desa Tulungrejo.

Profil kegiatan (pemenuhan air bersih, irigasi, rehabilitasi hutan, pertanian dan peternakan, serta kesehatan masyarakat) yang dilakukan di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo melibatkan banyak sektor antara lain pertanian dan peternakan, lingkungan hidup, serta kesehatan. Profil masalah menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang ada, baik bersifat teknis, sumberdaya manusia, dan kelembagaan; sehingga diperlukan kerjasama antar berbagai pihak. Pihak yang berperan dalam proses perencanaan pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan di Sub-sub DAS Brantas Hulu adalah BP DAS Brantas, Dinas Sumberdaya Air dan Energi (SDAE), Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), dan Dinas Kesehatan.

Faktor pendukung dalam proses perencanaan sumberdaya air adalah (1) Dukungan masyarakat, (2) Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, dan (3) Kepmenhut No. 52 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, serta (4) Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Faktor penghambatnya antara lain (1) Kurang koordinasi antara dinas-dinas yang terkait, (2) Dana yang terbatas, dan (3) Kurangnya kesadaran masyarakat.
Kesimpulan yang diperoleh adalah (1) Proses perencanaan pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan oleh BP DAS Brantas dan Pemerintah Kota Batu masih bersifat ego-sektoral. (2) Profil kegiatan yang dilakukan di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo melibatkan banyak sektor antara lain pertanian dan peternakan, lingkungan hidup, serta kesehatan. (3) Faktor pendorongnya adalah dukungan masyarakat, Kepmenhut No. 26 Tahun 2006 dan No. 52 Tahun 2001, dan adanya UU RI No. 7 Tahun 2004, serta adanya LSM Fokal Mesra. Faktor penghambatnya adalah kurang koordinasi antara dinas-dinas yang terkait, dana yang terbatas, dan kurangnya kesadaran masyarakat (4) Implementasi dari dinas-dinas terkait terhadap Undang-undang maupun Keputusan menteri tentang sumberdaya air dan lingkungan memberikan tanggapan positif. 

Saran peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebaiknya dalam penyusunan perencanaan sumberdaya air seperti pengelolaan DAS, mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Karena dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS Terpadu tersebut diperlukan perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai kepentingan ’stakeholders’ dalam suatu DAS.


Lihat artikel saya lainnya, tentang :



Mangrove

Virus IMNV

Fitoremediator CU

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Sampean)

Evaluasi Perencanaan (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Efektifitas tanaman air untuk menyerap Nitrat dan Fosfat

Efektifitas Penggunaan Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica), Kayu Apu (Pistia stratiotes), dan Eceng gondok (Eichhornia crassipes) terhadap Penurunan Kadar Nitrat dan Fosfat pada Limbah Cair PT. Sasa Inti Gending Probolinggo

Oleh : Anggraini Ratih Purwandari

1. PENDAHULUAN

Limbah industri pangan secara umum dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, karena dalam prosesnya menyisakan unsur-unsur yang dapat menjadi ikutan air proses dan dibuang ke lingkungan. Sebagai contoh limbah dari industri vetsin. Limbah cair PT. Sasa Inti mengandung nitrat dan fosfat yang cukup tinggi, karena di dalam proses produksinya menggunakan unsur urea, sedangkan bahan bakunya menggunakan tetes tebu. Apabila bahan-bahan tersebut masuk ke suatu perairan, maka akan memicu terjadinya eutrofikasi perairan. Melihat adanya kandungan air limbah tersebut maka dapat digunakan tanaman air (kangkung, kiambang dan eceng gondok) sebagai penyerap kandungan limbah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaaan penyerapan nitrat dan fosfat oleh tanaman air yang berbeda (kangkung, kayu apu dan eceng gondok) dalam upaya menurunkan kadar nitrat dan phospat dari limbah cair PT. Sasa Inti. Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT. Sasa Inti Gending Probolinggo pada bulan April-Mei 2009.

2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan terhadap 4 perlakuan meliputi kontrol, tanaman air kangkung, kayu apu dan eceng gondok yang ditanam pada media bak percobaan berisi air limbah PT. Sasa Inti serta 4 kali ulangan perlakuan dan dan 3 ulangan waktu pengamatan yaitu pada minggu 1, 2 dan 3. Untuk mencapai tujuan penelitian, percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial (RAL faktorial). Dalam percobaan RAL setiap unit percobaan ditempatkan secara acak serta tidak mengikuti suatu pola baris atau lajur tertentu.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan menggunakan tanaman air yang berbeda yaitu kangkung (Ipomoea aquatica), kayu apu (Pistia stratiotes), dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrat dan fosfat dalam limbah cair PT. Sasa Inti. Hasil perhitungan terhadap kadar nitrat menggunakan Uji F diperoleh nilai F hitung perlakuan sebesar 13,573 dimana nilai F hitung ini lebih besar dari F tabel 5% = 2,80 dan F tabel 1% = 4,38 sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian tanaman air yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrat limbah cair PT. Sasa Inti.. Sedangkan nilai F hitung terhadap waktu pengamatan yang berbeda sebesar 29,019 dimana nilai F hitung ini lebih besar dari F tabel 5% = 3,26 dan F tabel 1% = 5,25 sehingga menunjukkan bahwa waktu pengamatan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrat limbah cair PT. Sasa Inti. Sementara pada interaksi antara perlakuan dan waktu pengamatan yang berbeda nilai F hitung sebesar = 6,529 dimana nilai F hitung ini lebih besar dari F tabel 5% = 2,34 dan F tabel 1% = 3,35 sehingga menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrat limbah cair PT. Sasa Inti. Sedangkan untuk menentukan perlakuan terbaik dan waktu pengamatan terbaik serta interaksi antara perlakuan dan waktu pengamatan dilanjutkan dengan analisis uji Duncan dan didapatkan nilai 3,004 – 4,479. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai BJND untuk menentukan perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil uji Duncan didapatkan bahwa perlakuan terbaik adalah kayu apu (C) diikuti perlakuan eceng gondok (D) kemudian kangkung (B) dan yang terakhir adalah perlakuan kontrol (A). Sedangkan waktu pengamatan yang optimum adalah pada minggu ke-2 dan ke-3. 

Analisis kadar fosfat dapat diketahui melalui perhitungan menggunakan Uji F, dimana nilai F hitung perlakuan diperoleh sebesar 65,5. Nilai F hitung tersebut lebih besar dari F tabel 5% = 2,80 dan F tabel 1% = 4,38 sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian tanaman air yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar fosfat pada limbah cair PT. Sasa Inti. Sedangkan nilai F hitung terhadap waktu pengamatan yang berbeda sebesar 8,0 dimana nilai F hitung ini lebih besar dari F tabel 5% = 3,26 dan F tabel 1% = 5,25 sehingga menunjukkan bahwa waktu pengamatan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar fosfat limbah cair PT. Sasa Inti. Sementara pada interaksi antara perlakuan dan waktu pengamatan yang berbeda nilai F hitung sebesar = 2 dimana nilai F hitung ini lebih kecil dari F tabel 5% = 2,34 dan F tabel 1% = 3,35 sehingga menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar nitrat limbah cair PT. Sasa Inti. Sedangkan untuk menentukan perlakuan terbaik dan waktu pengamatan terbaik dilanjutkan dengan analisis uji Duncan dan didapatkan nilai 0,223 – 0,453 dan dari nilai tersebut dibandingkan dengan nilai BJND untuk menentukan perlakuan terbaik. Berdasarkan uji Duncan diperoleh perlakuan terbaik adalah kayu apu (C) diikuti eceng gondok (D) kemudian kangkung (B) dan yang terakhir adalah perlakuan kontrol (A). Sedangkan waktu pengamatan yang baik adalah pada minggu ke-1 sampai ke-3. 

Perlakuan menggunakan kangkung (Ipomoea aquatica) diperoleh penurunan nitrat dan fosfat masing-masing sebesar 36,5% dan 25,2%. Perlakuan menggunakan kayu apu (Pistia stratiotes) diperoleh peunurunan nitrat dan fosfat masing-masing sebesar 69% dan 57,2%. Sedangkan, perlakuan menggunakan eceng gondok (Eichhornia crassipes) diperoleh penurunan nitrat dan fosfat masing-masing sebesar 63,9% dan 49%. Berdasarkan persentase total penurunan nitrat dan fosfat dalam limbah cair PT. Sasa Inti oleh masing-masing tanaman air tersebut, diperoleh perlakuan terbaik sejak minggu ke-1 hingga minggu ke-3 adalah tanaman air kayu apu (Pistia stratiotes). Sedangkan parameter kualitas air lainnya seperti suhu berkisar antara 31,75 0C – 40,1 0C dan pH berkisar antara 7.685-9.435.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan penelitian yang sudah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
• Perlakuan menggunakan tanaman air yang berbeda yaitu kangkung (Ipomoea aquatica), kayu apu (Pistia stratiotes), dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrat dan fosfat yang terkandung dalam limbah cair PT. SASA INTI.
• Perlakuan menggunakan tanaman air kangkung (Ipomoea aquatica) mempunyai total persentase penurunan nitrat sebesar 36,5 % dan fosfat sebesar 25,2 %.
• Perlakuan menggunakan tanaman air kayu apu (Pistia stratiotes) mempunyai total persentase penurunan nitrat sebesar 69 % dan fosfat sebesar 57,2 %.
• Perlakuan menggunakan tanaman air eceng gondok (Eichhornia crassipes) mempunyai total persentase penurunan nitrat sebesar 63,9 % dan fosfat sebesar 49%.
• Nilai penurunan rata-rata nitrat oleh masing-masing tanaman air didapatkan bahwa penurunan kadar nitrat tertinggi pada perlakuan kayu apu pada minggu ke-2 dan minggu ke-3.
• Nilai penurunan rata-rata fosfat oleh masing-masing tanaman air didapatkan bahwa penurunan kadar fosfat tertinggi pada perlakuan kayu apu pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3.
• Nilai penurunan rata-rata nitrat sekaligus fosfat oleh masing-masing tanaman air didapatkan bahwa kayu apu merupakan jenis tanaman air yang paling efektif untuk menurunkan kadar nitrat dan fosfat pada limbah cair PT. SASA INTI dibandingkan dua jenis tanaman air lainnya yaitu kangkung dan eceng gondok.

5. SARAN
Berdasarkan kegiatan penelitian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disarankan bahwa :
• Perlu dilakukan penelitian serupa dengan sistem kontinyu (air mengalir) pada tempat yang sebenarnya yaitu pada bak instalasi limbah cair PT. SASA INTI.
• Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan makrofita lainnya dan dengan tingkat kerapatan yang berbeda.
• Pembuatan Glass house hendaknya hindari bahan yang terbuat dari plastik karena dapat memerangkap panas yang nantinya dapat meningkatkan suhu ruang dan air.


Lihat artikel saya lainnya, tentang :



Mangrove

Virus IMNV

Fitoremediator CU

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Sampean)

Evaluasi Perencanaan (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Efektifitas tanaman air untuk menyerap Nitrat dan Fosfat

Evaluasi Perencanaan Pengelolaan Pada Model DAS Mikro Di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Salak, DAS Sampean Kec. Curahdami Kabupaten. Bondowoso Jawa Timur

Oleh : Wirastika Adhihapsari

Sungai Sampean merupakan sungai utama yang mengaliri dua kabupaten yaitu Kabupaten Bondowoso (bagian hulu) dan Kabupaten Situbondo (bagian hilir). Tahun 2002 dan Tahun 2008 telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Situbondo dan beberapa kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan yang berat di Kabupaten Situbondo. Ratusan rumah hilang, fasilitas-fasilitas umum rusak berat, Keramba Jaring Apung (KJA) hilang, ribuan bibit mangrove yang baru ditanam hilang terbawa luapan banjir. Banjir bandang tersebut diakibatkan karena di bagian hulu DAS Sampean banyak mengalami perubahan fungsi lahan menjadi persawahan bahkan banyak diantaranya mencapai hutan yang gundul.

Fokus penelitian yang dilakukan ini yaitu evaluasi tahapan perencanaan pengelolaan DAS Sampean khususnya pada Model DAS Mikro (MDM) di Sub-Sub DAS Salak DAS Sampean Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan hasil penelitian oleh Kusumawardani (2008) dan Aprilyanto (2009), belum adanya keterpaduan antara ’’stakeholder’’ dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS. Keberhasilan suatu program atau kegiatan sangat ditentukan oleh keberhasilan dari perencanaan yang telah dilakukan (Arikunto, 2000).

Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini yaitu mengetahui hasil perencanaan pengelolaan MDM Sub-Sub DAS Salak yang dilakukan oleh “Stakeholder”, mendapatkan profil kegiatan dan masalah yang terjadi dalam rencana pengelolaan MDM Sub-Sub DAS Salak, mengetahui faktor pendorong dan penghambat dalam penyusunan rencana pengelolaan MDM Sub-Sub DAS Salak, mengetahui tingkat kapasitas sumber daya manusia terhadap perencanaan pengelolaan MDM Sub-Sub DAS Salak, DAS Sampean Kabupaten Bondowoso

Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen rencana pengelolaan Model DAS Mikro (MDM) Sub-Sub DAS Salak, DAS Sampean Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso. Bahan-bahan perencanaan yang digunakan antara lain data geofisik (topografi, penggunaan lahan, kemampuan dan kesesuaian lahan, iklim, jenis tanah dan tingkat bahaya erosi), sosial-ekonomi (ekonomi penduduk, pendidikan masyarakat, budaya masyarakat) dan data kelembagaan di MDM Sub-Sub DAS Salak, DAS Sampean Desa Sumber Salak, Desa Pakuwesi, Desa Kupang, Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso.

Metode penelitian ini menggunakan metode survai dengan penelitian evaluasi sumatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan perpaduan dua jenis teknik pengambilan responden yaitu, “Purposive Sampling Technique”, dan ”Snowball Sampling Technique”. 

Penyusunan rencana pengelolaan MDM diprakarsai oleh BPDAS Sampean Madura dengan melibatkan semua “stakeholder” yang terkait dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) antara lain BAPPEDA, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BPSDA Sampean Baru, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Pengairan, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Lingkungan Hidup, Perum Perhutani dan Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso. Pihak legislatif dalam penyusunan perencanaan MDM tersebut masih belum dilibatkan.

Perencanaan yang dilakukan oleh BPDAS di Sub-sub DAS Salak masih kurang terpadu dan belum menggunakan metode ZOPP. Perencanaan belum melibatkan pihak legislatif, yudikatif dan swasta. Penentuan masalah yang dilakukan oleh forum DAS belum menggunakan skala proiritas seperti pada metode ZOPP yang menggunakan skala prioritas dengan metode ELI, sehingga penentuan masalah, tujuan, solusi alternatif terdapat perbedaan berdasarkan metode ZOPP. Masing-masing ”stakeholder” dalam penetapan peran dan wewenang masih belum jelas dalam menentuan Matriks Perencanaan Program dan Matriks Rincian Kerja. Forum hanya menentukan rincian rencana kegiatan yang akan dilakukan dan rincian biaya kegiatan yang akan dilakukan, sedangkan pembaian tugas dan peran pada masing-masing kegiatan yang dilakukan tidak ditetapkan oleh forum.

Profil kegiatan dalam lokasi MDM meliputi kegiatan pertanian, peternakan, pengaturan saluran irigasi, serta kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan yang dilakukan oleh masyarakat serta dinas yang terkait dalam kegiatan tersebut. Faktor pendorong dalam perencanaan pengelolaan MDM yaitu kepentingan bersama dalam pelestarian lingkungan, bencana alam yang terjadi, partisipasi dan dukungan masyarakat, ketersediaan data, ketidaksesuaian rencana tata ruang dengan kondisi yang ada.. Faktor penghambat dalam perencanaan tersebut yaitu alokasi dana kurang memadai, ketersediaan data yang tidak lengkap, ekonomi dan pendidikan masyarakat masih lemah.
Sebanyak 77% “stakeholder” tahu dan 23% “stakeholder” yang tidak tahu tentang perencanaan pengelolaan MDM, sebanyak 89% “stakeholder” sadar dan 11% “stakeholder” yang tidak sadar untuk berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan MDM dan sebanyak 54% “stakeholder” peduli, 31% kurang peduli dan 15% “stakeholder” yang tidak peduli untuk berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan MDM.

Kesimpulan yang diperoleh antara lain; 1). Perencanaan yang dilakukan oleh BPDAS di Sub-sub DAS Salak masih kurang terpadu dan belum menggunakan metode ZOPP. Perencanaan belum melibatkan pihak legislatif, yudikatif dan swasta. Penentuan masalah, tujuan, solusi alternatif terdapat perbedaan berdasarkan metode ZOPP. Masing-masing ”stakeholder” dalam penetapan peran dan wewenang masih belum jelas dalam menentuan Matriks Perencanaan Program dan Matriks Rincian Kerja 2).Profil kegiatan di lokasi MDM meliputi kegiatan pertanian, peternakan, pengelolaan lahan dan air, rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, pengaturan saluran irigasi. Masalah yang terjadi meliputi terjadinya penjarahan kayu, partisipasi masyarakat dibidang konservasi masih kurang, koordinasi dengan ”stakholder” masih kurang, belum ada pengolahan sisa ternak menjadi biogas. 3).Faktor pendorong dalam perencanaan pengelolaan MDM yaitu kepentingan bersama dalam pelestarian lingkungan, bencana alam yg terjadi, partisipasi dan dukungan masyarakat, ketersediaan data, ketidaksesuaian rencana tata ruang dengan kondisi yang ada.. Faktor penghambat dalam perencanaan tersebut yaitu alokasi dana kurang memadai, ketersediaan data yang tidak lengkap, ekonomi dan pendidikan masyarakat masih lemah 4).Sebanyak 77% “stakeholder” tahu dan 23% “stakeholder” yang tidak tahu tentang perencanaan pengelolaan MDM, sebanyak 89% “stakeholder” sadar dan 11% “stakeholder” yang tidak sadar untuk berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan MDM dan sebanyak 54% “stakeholder” peduli, 31% kurang peduli dan 15% “stakeholder” yang tidak peduli untuk berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan MDM.

Saran peneliti yaitu; 1).Perencanaan selanjutnya diharapkan dapat melibatkan semua ”stakholder” mulai dari eksekutif, legislatif, LSM, tokoh masyarakat, yudikatif, swasta dan Perguruan Tinggi yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, 2).Diharapkan dalam dokumen rencana selanjutnya dilampirkan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi dalam penyusunan rencana pengelolaan MDM, 3).Diharapkan dalam perencanaan selanjutnya, rencana pengelolaan MDM berada di wilayah Sub DAS di kaki gunung Ijen.


Lihat artikel saya lainnya, tentang :



Mangrove

Virus IMNV

Fitoremediator CU

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Sampean)

Evaluasi Perencanaan (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Efektifitas tanaman air untuk menyerap Nitrat dan Fosfat

Perbedaan Daya Serap Pistia stratiotes, Hydrilla verticillata dan Limnophilla sessiliflora Sebagai Fitoremediator Cu di Bak-bak Percobaan

Oleh : Fatrisha Della Rosa Sinaga

1. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini banyak sektor industri yang sedang ditingkatkan oleh pemerintah, diantaranya sektor industri dan sektor pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan munculnya industri tersebut perlu juga dipikirkan efek sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu per satu sesuai dengan proses yang ada di perusahaannya (Sugiharto, 2005).

Peneliti mengukur kadar Cu yang dapat diserap tanaman air karena selain sebagai unsur hara mikro, Cu juga berfungsi untuk membentuk bagian dari sistem enzim dan untuk pembentukan substansi (zat) yang dapat meningkatkan pertumbuhan (Subarijanti, 2005). Cu yang ada dalam perairan berasal dari industri pewarnaan, kertas, minyak dan industri pelapisan. Pemakaian fugisida, herbisida, insektisida dan penggunaan bahan bakar fosil dalam usaha pertanian juga dapat menghasilkan limbah Cu. Cu yang masuk ke dalam perairan berupa padatan atau serbuk.

Menurut Hammer (1993) bioremediasi dapat diartikan sebagai penarik respon limbah dari lingkungan dengan menggunakan organisme hidup. Pengembangan bioremediasi yang digunakan untuk perairan adalah salah satu aplikasi utama dalam sistem pencegahan secara biologis, dimana pada dekade terakhir ini penerapan dari sistem biologis dapat digunakan untuk mendegradasi logam berat, radiasi nuklir pada perairan dengan menggunakan teknologi bioremediasi.

Dalam penelitian ini tanaman yang digunakan ada 3 jenis tanaman dengan tempat hidup yang berbeda. Pistia stratiotes yang hidup pada daerah permukaan perairan, Hydrilla verticillata yang hidup pada badan air dan Limnophilla sessiliflora yang hidup pada substrat dasar perairan. Pemilihan jenis tanaman yang berbeda ini bertujuan untuk melihat kemampuan jenis tanaman yang lebih maksimal menyerap logam Cu dalam perairan. Penggunaan tempat hidup yang berbeda ini juga dimaksudkan untuk melihat pada bagian air manakah logam Cu terakumulasi paling tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Workshop Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya pada bulan Mei 2009.

2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah eksperimen, yeitu dengan melakukan percobaan terhadap 4 perlakuan dengan 4 kali ulangan yang meliputi kontrol, tanaman air jenis Pistia stratiotes, Hydrilla verticillata dan Limnophilla sessiliflora yang dimasukkan ke dalam bak yang berisi logam Cu. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi Cu pada daun, Cu di dalam air (yang dianalisa pada akhir penelitian) dan parameter kualitas air (suhu, DO dan CO2). Analisa Cu dan pengamatan kualitas air dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-0, hari ke-5, hari ke-10 dan hari ke-15. untuk mencapai tujuan penelitian, percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Dalam percobaan RAL setiap unit percobaan ditempatkan secara acak serta tidak mengikuti suatu pola baris atau lajur tertentu.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan dengan menggunakan tanaman air yang berbeda yaitu Pistia stratiotes, Hydrilla verticillata dan Limnnophilla sessiliflora memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyerapan Cu yang ada dalam perairan. Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh rata-rata penyerapan Cu pada daun tanaman air jenis Pistia stratiotes sebesar 2,53 mg/l, tanaman air jenis Hydrilla verticillata sebesar 2,44 mg/l dan tanaman air jenis Limnophilla sessiliflora sebesar 3,07 mg/l. Selanjutnya kadar rata-rata penyerapan Cu harian oleh ketiga tanaman air tersebut adalah: penyerapan harian Pistia stratiotes terhadap Cu dari hari ke-0 hingga hari ke-5 sebesar 0,046 mg/l per hari, kemudian penyerapan harian dari hari ke-5 hingga hari ke-10 sebesar 0,072 mg/l per hari dan penyerapan harian dari hari ke-10 hingga hari ke-15 sebesar 0,054 mg/l per hari. Penyerapan harian Hydrilla verticillata terhadap Cu dari hari ke-0 hingga hari ke-5 sebesar 0,022 mg/l per hari, kemudian penyerapan harian dari hari ke-5 hingga hari ke-10 sebesar 0,082 mg/l per hari dan penyerapan harian dari hari ke-10 hingga hari ke-15 sebesar 0,092 mg/l per hari. Penyerapan harian Limnophilla sessiliflora terhadap Cu dari hari ke-0 hingga hari ke-5 sebesar 0,034 mg/l per hari, kemudian penyerapan harian dari hari ke-5 hingga hari ke-10 sebesar 0,14 mg/l per hari dan penyerapan harian dari hari ke-10 hingga hari ke-15 sebesar 0,112 mg/l per hari.

Dari nilai yang tertera di atas dapat dilihat bahwa pada tanaman air jenis Pistia stratiotes dan Limnophilla sessiliflora, penyerapan harian cenderung meningkat dari hari ke-0 hingga hari ke-10. Namun setelah hari ke-10 penyerapan mulai mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan umur tanaman yang semakin tua, sehingga kemampuan penyerapannya pun semakin rendah. Berbeda dengan tanaman air jenis Hydrilla verticillata, penyerapan hariannya cenderung meningkat sampai hari ke-15. Hal ini dikarenakan tanaman ini merupakan jenis tanaman air yang toleran terhadap lingkungannya. Pada penelitian yang telah dilakukan juga terlihat bahwa tanaman air jenis Hydrilla verticillata ini masih tetap berwarna hijau segar hingga pengamatan pada hari ke-15, berbeda dengan daun tanaman air lainnya yang sudah mulai menguning dan agak layu.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji F diperoleh nilai F hitung = 5,875. Nilai F hitung tersebut lebih besar daripada F tabel 5% = 4,26 sehingga dapat dikatakan bahwa setiap tanaman air berbeda nyata terhadap penyerapan Cu yang ada dalam air. Selanjutnya dilakukan uji BNT dan diperoleh nilai yang mana nilai ini lebih besar dari BNT 5% = 0,45 dan BNT 1% = 0,65. Dari hasil uji BNT tersebut diperkirakan bahwa tanaman air Limnophilla sessiliflora tersebut memiliki kemampuan menyerap yang berbeda dengan tanaman air jenis Hydrilla verticillata dan Pistia stratiotes. Hal ini disebabkan karena Limnophilla sessiliflora tumbuh pada substrat dasar dimana Cu mengendap. Oleh karena itu kandungan Cu paling tinggi ditemukan pada daun Limnophilla sessiliflora. Sedangkan Hydrilla verticillata menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata dengan Pistia stratiotes dalam hal penyerapan Cu yang terkandung dalam perairan karena kedua jenis tanaman ini mengapung dan terdapat pada badan air. Hal ini sesuai dengan sifat logam berat yang tidak dapat larut dalam air, tetapi akan mengendap pada dasar perairan.

Dari perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa penurunan kadar Cu tertinggi terdapat pada bak D yang berisi tanaman air Limnophilla sessiliflora. Hal ini sejalan dengan tingginya penyerapan Cu yang terdapat pada daun Limnophilla sessiliflora. Cu terendah rata-rata yang tertinggal dalam bak D sekitar 0,083 mg/l. Sedangkan kandungan Cu yang tertinggi terdapat dalam bak A yang digunakan sebagai bak kontrol. Hal ini disebabkan tidak ada tanaman air yang memanfaatkan Cu yang terdapat dalam air tersebut. Kekurangan Cu yang ada pada bak kontrol tersebut diperkirakan karena air yang ada dalam bak tersebut mengalami penguapan. Kadar Cu rata-rata pada semua perlakuan di hari ke-15 mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh adanya penyerapan Cu oleh tanaman air yang terdapat dalam bak tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh, tanaman air jenis Limnophilla sessiliflora merupakan jenis tanaman yang paling efisien dalam penyerapan Cu yang ada di dalam perairan sejak dari hari ke-0 hingga hari ke-15, sedangkan parameter kualitas air lainnya seperti suhu berkisar antara 24-25°C, DO berkisar antara 5,06-6,88 mg/l dan CO2 berkisar antara 5,5-12,8 mg/l.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan penelitian yang sudah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
• Keberadaan tanaman di dalam air mempengaruhi laju penyerapan Cu yang ada dalam air tersebut.
• Jenis tanaman air yang hidup pada substrat dasar perairan yaitu Limnophilla sessiliflora merupakan tanaman air yang paling efisien digunakan sebagai fitoremediator Cu dibandingkan dengan Pistia stratiotes yang hidup mengapung pada permukaan air dan Hydrilla verticillata yang hidup pada badan perairan.
• Ketiga jenis tanaman air yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penyerapan Cu yang ada dalam perairan.
• Suhu rata-rata yang dibutuhkan oleh tanaman air yang digunakan dalam penelitian ini untuk tumbuh dan berkembang berkisar antara 24-25°C.
• Jenis tanaman air yang paling banyak mensuplai DO ke dalam perairan adalah Hydrilla verticillata hingga 6,88 mg/l.
• CO2 yang baik terdapat pada bak yang berisi tanaman air jenis Hydrilla verticillata yakni berkisar antara 3,81-6,19 mg/l.

6. SARAN
Berdasarkan kegiatan penelitian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disarankan bahwa: Perlu perhatian yang lebih teliti, yakni tanaman air yang mengandung Cu tinggi tidak diizinkan untuk digunakan sebagai pakan. Hanya digunakan untuk bioremediasi di perairan atau bahan kerajinan tangan.


Lihat artikel saya lainnya, tentang :



Mangrove

Virus IMNV

Fitoremediator CU

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Sampean)

Evaluasi Perencanaan (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Evaluasi Perencanaan MDM (Sub-Sub DAS S. Brantas)

Efektifitas tanaman air untuk menyerap Nitrat dan Fosfat